KontraS, yang lahir pada 20 Maret 1998 merupakan gugus tugas yang dibentuk oleh sejumlah organisasi civil society dan tokoh masyarakat. Gugus tugas ini semula bernama KIP-HAM yang telah terbentuk pada tahun 1996. Sebagai sebuah komisi yang bekerja memantau persoalan HAM, KIP-HAM banyak mendapat pengaduan dan masukan dari masyarakat, baik masyarakat korban maupun masyarakat yang berani menyampaikan aspirasinya tentang problem HAM yang terjadi di daerah. Pada awalnya KIP-HAM hanya menerima beberapa pengaduan melalui surat dan kontak telefon dari masyarakat. Namun lama kelamaan sebagian masyarakat korban menjadi berani untuk menyampaikan pengaduan langsung ke sekretariat KIP-HAM.
Dalam beberapa pertemuan dengan masyarakat korban, tercetuslah ide untuk membentuk sebuah lembaga yang khusus menangani kasus-kasus orang hilang sebagai respon praktik kekerasan yang terus terjadi dan menelan banyak korban. Pada saat itu seorang ibu yang bernama Ibu Tuti Koto mengusulkan dibentuknya badan khusus tersebut. Selanjutnya, disepakatilah pembentukan sebuah komisi yang menangani kasus orang hilang dan korban tindak kekerasan dengan nama KontraS.
Dalam perjalanannya Kontras tidak hanya menangani masalah penculikan dan penghilangan orang secara paksa tapi juga diminta oleh masyarakat korban untuk menangani berbagai bentuk kekerasan yang terjadi baik secara vertikal di Aceh, Papua dan Timot-Timur maupun secara horizontal seperti di Maluku, Sambas, Sampit dan Poso. Selanjutnya, ia berkembang menjadi organisasi yang independen dan banyak berpartisipasi dalam membongkar praktik kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia sebagai akibat dari penyalahgunaan kekuasaan.
Dalam perumusan kembali peran dan posisinya, KontraS mengukuhkan kembali visi dan misinya untuk turut memperjuangkan demokrasi dan hak asasi manusia bersama dengan entitas gerakan civil society lainnya. Secara lebih khusus, seluruh potensi dan energi yang dimiliki KontraS diarahkan guna mendorong berkembangnya ciri-ciri sebuah sistim dan kehidupan bernegara yang bersifat sipil serta jauhnya politik dari pendekatan kekerasan. Baik pendekatan kekerasan yang lahir dari prinsip-prinsip militerisme sebagai sebuah sistem, perilaku maupun budaya politik. Artinya, kekerasan disini bukan semata-mata persoalan intervensi militer ke dalam kehidupan politik. Akan tetapi, lebih jauh menyangkut kondisi struktural, kultural dan hubungan antar komunitas sosial, kelompok-kelompok sosial serta antar strata sosial yang mengedepankan kekerasan dan simbol-simbolnya.
Visi
Terwujudnya demokrasi yang berbasis
pada keutuhan kedaulatan rakyat melalui landasan dan prinsip rakyat yang bebas
dari ketakutan, penindasan, kekerasan dan berbagai bentuk pelanggaran hak asasi
manusia atas alasan apapun, termasuk yang berbasis gender.
Misi
- Memajukan kesadaran rakyat akan
pentingnya penghargaan hak asasi manusia, khususnya kepekaan terhadap
berbagai bentuk kekerasan dan pelanggaran berat hak asasi manusia sebagai
akibat dari penyalahgunaan kekuasaan negara.
- Memperjuangkan keadilan dan
pertanggungjawaban negara atas berbagai bentuk kekerasan dan pelanggaran
berat hak asasi manusia melalui berbagai upaya advokasi menuntut
pertanggungjawaban negara.
- Mendorong secara konsisten
perubahan pada sistem hukum dan politik, yang berdimensi penguatan dan
perlindungan rakyat dari bentuk-bentuk kekerasan dan pelanggaran hak asasi
manusia.
Nilai-nilai Dasar
Sebagai organisasi, KontraS berusaha memegang prinsip-prinsip antara
lain adalah non-partisan dan non-profit, demokrasi, anti kekerasan dan
diskriminasi, keadilan dan kesetaraan gender, dan keadilan sosial.
Dasar Perumusan Program Kerja
1. Prevensi Viktimisasi dalam
Politik Kekerasan
Upaya
bersifat preventif untuk melindungi kepentingan masyarakat dari adanya
kecenderungan yang menempatkan bagian-bagian dalam masyarakat sebagai sasaran
dan korban politik kekerasan yang dilakukan oleh negara dan atau
kekuatan-kekuatan besar lain yang potensial melakukan hal itu. 2. Due Process of Law
Menuntut adanya pertanggungjawaban hukum terhadap para pelaku pelanggaran HAM, melalui mekanisme dan prosedur hukum yang fair. Dalam kategori ini, KontraS melihat dalam bentuknya yang lebih luas, yakni segala upaya yang harus dilakukan untuk turut memperjuangkan terbentuknya sebuah pranata hukum yang menjamin penghormatan yang tinggi terhadap hak dan martabat manusia.
3. Rehabilitasi
Rehabilitasi korban meliputi upaya pemulihan secara fisik maupun psikis dari akibat-akibat yang ditimbulkan oleh tindak kekerasan negara dan bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia lainnya, mutlak diperlukan dalam melakukan advokasi yang lebih luas. Dalam kerangka ini, pengikutsertaan korban dan keluarga korban sebanyak mungkin dalam proses advokasi adalah konsekuensinya. Sehingga metode pengorganisasian korban dan keluarga korban untuk turut serta dalam upaya advokasi juga ditujukan untuk melakukan usaha penyadaran dan penguatan elemen masyarakat secara lebih luas.
4. Rekonsiliasi dan Perdamaian
Rekonsiliasi adalah tuntutan yang tidak terhindarkan dari fakta terdapatnya banyak kasus besar menyangkut tindakan pelanggaran HAM yang berat di masa lalu yang sulit terungkap dan dimintakan pertanggungjawaban. Rekonsiliasi juga merupakan langkah alternatif yang mungkin diambil dalam menghadapi banyaknya fenomena pertikaian massal yang bersifat horisontal dan melibatkan sentimen-sentimen suku, agama, etnis dan ras yang terjadi di tanah air. Langkah ke arah itu tentu saja harus didahului oleh sebuah pengungkapan fakta-fakta dan kebenaran yang sejelas-jelasnya sebagai syarat mutlak adanya rekonsiliasi. Oleh karena itu KontraS dituntut untuk turut serta melakukan upaya-upaya nyata dan mendorong segala usaha yang mengusahakan terciptanya sebuah rekonsiliasi dan perdamaian yang lebih nyata sebagai langkah penyelesaian berbagai persoalan HAM di masa lalu dan pertikaian massal secara horisontal di berbagai daerah.
5. Mobilisasi Sikap dan Opini
a. Anti politik kekerasan
Secara intensif dikembangkan wacana tentang anti politik kekerasan dan gerakan anti kekerasan secara lebih luas. Misi dari proses ini adalah membangun sensitifitas masyarakat atas adanya berbagai bentuk kekerasan, secara khusus terhadap praktik penghilangan orang secara paksa, perkosaan, penganiayaan, penangkapan dan penahanan orang secara sewenang-wenang, pembunuhan diluar proses hukum, oleh unsur-unsur negara. Dalam jangka panjang diharapkan terjadi sebuah koreksi mendasar atas politik kekerasan yang selama ini berlangsung.
b.
Pelanggaran HAMSecara intensif dikembangkan wacana tentang anti politik kekerasan dan gerakan anti kekerasan secara lebih luas. Misi dari proses ini adalah membangun sensitifitas masyarakat atas adanya berbagai bentuk kekerasan, secara khusus terhadap praktik penghilangan orang secara paksa, perkosaan, penganiayaan, penangkapan dan penahanan orang secara sewenang-wenang, pembunuhan diluar proses hukum, oleh unsur-unsur negara. Dalam jangka panjang diharapkan terjadi sebuah koreksi mendasar atas politik kekerasan yang selama ini berlangsung.
Dalam jangkauan lebih luas, KontraS harus menempatkan porsi yang sangat penting bagi segala bentuk pelanggaran HAM yang pernah terjadi dan mengedepankannya di dalam wacana publik untuk dipersoalkan sebagai upaya membangun kesadaran akan pentingnya pengormatan terhadap HAM. Secara prinsip, problem HAM juga harus dipersoalkan sebagai hal mendasar yang harus dipertimbangkan pada setiap pengambilan kebijakan oleh negara maupun setiap usaha yang dilakukan demi membangun kehidupan bermasyarakat dalam dimensinya yang luas. Untuk itu, KontraS melakukan pemantauan dan pengkajian yang serius terhadap segala hal menyangkut penegakan HAM di Indonesia.
c. Human Love Human
Adalah sebuah kampanye yang bertujuan melawan setiap bentuk kekerasan dan penindasan dengan mengajak manusia untuk kembali mencintai kemanusiaan. Dengan mencintai sesama manusia, lingkungan, dan alam seisinya, maka cara-cara kekerasan tidak menjadi solusi dari sebuah masalah. Kampanye HLH ini melibatkan orang-orang muda dari berbagai kalangan.
Susunan Kepengurusan Badan
Pekerja KontraS Paska Kongres III Federasi Kontras
KOORDINATOR
EKSEKUTIF KONTRAS : Haris Azhar ANGGOTA
KontraS Aceh : Hendra Fadli
KontraS Sumatera Utara : Diah Susilowati
KontraS Surabaya : Andi Irfan
KontraS Sulawesi : Andi Suaib
KontraS Nusa Tenggara : Marthen Salu
KontraS Papua : Olga Hamidi
Dewan Federasi
KontraS Jakarta : Usman Hamid
KontraS Aceh : Tarmizi
KontraS Sumatra Utara : Oslan Purba
KontraS Surabaya : Herlambang Perdana Wiratraman
KontraS Papua : J Harry Maturbongs
KontraS Sulawesi : Pdt. Rinaldy Damanik
KontraS Nusa Tenggara : Teguh P Nugroho
Biro dan Divisi KontraS
Divisi Advokasi Hukum dan HAM : Kadiv. Sri Suparyati
Divisi Pemantauan Impunitas : Kadiv. Yati Andriyani
Biro Monitoring dan Dokumentasi : Kabiro. Syamsul Alam Agus
Biro Penelitian dan Pengembangan : Kabiro. Papang Hidayat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar