Kamis, 17 Mei 2012

Kontras


KontraS, yang lahir pada 20 Maret 1998 merupakan gugus tugas yang dibentuk oleh sejumlah organisasi civil society dan tokoh masyarakat. Gugus tugas ini semula bernama KIP-HAM yang telah terbentuk pada tahun 1996. Sebagai sebuah komisi yang bekerja memantau persoalan HAM, KIP-HAM banyak mendapat pengaduan dan masukan dari masyarakat, baik masyarakat korban maupun masyarakat yang berani menyampaikan aspirasinya tentang problem HAM yang terjadi di daerah. Pada awalnya KIP-HAM hanya menerima beberapa pengaduan melalui surat dan kontak telefon dari masyarakat. Namun lama kelamaan sebagian masyarakat korban menjadi berani untuk menyampaikan pengaduan langsung ke sekretariat KIP-HAM.
Dalam beberapa pertemuan dengan masyarakat korban, tercetuslah ide untuk membentuk sebuah lembaga yang khusus menangani kasus-kasus orang hilang sebagai respon praktik kekerasan yang terus terjadi dan menelan banyak korban. Pada saat itu seorang ibu yang bernama Ibu Tuti Koto mengusulkan dibentuknya badan khusus tersebut. Selanjutnya, disepakatilah pembentukan sebuah komisi yang menangani kasus orang hilang dan korban tindak kekerasan dengan nama KontraS.
Dalam perjalanannya Kontras tidak hanya menangani masalah penculikan dan penghilangan orang secara paksa tapi juga diminta oleh masyarakat korban untuk menangani berbagai bentuk kekerasan yang terjadi baik secara vertikal di Aceh, Papua dan Timot-Timur maupun secara horizontal seperti di Maluku, Sambas, Sampit dan Poso. Selanjutnya, ia berkembang menjadi organisasi yang independen dan banyak berpartisipasi dalam membongkar praktik kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia sebagai akibat dari penyalahgunaan kekuasaan.
Dalam perumusan kembali peran dan posisinya, KontraS mengukuhkan kembali visi dan misinya untuk turut memperjuangkan demokrasi dan hak asasi manusia bersama dengan entitas gerakan civil society lainnya. Secara lebih khusus, seluruh potensi dan energi yang dimiliki KontraS diarahkan guna mendorong berkembangnya ciri-ciri sebuah sistim dan kehidupan bernegara yang bersifat sipil serta jauhnya politik dari pendekatan kekerasan. Baik pendekatan kekerasan yang lahir dari prinsip-prinsip militerisme sebagai sebuah sistem, perilaku maupun budaya politik. Artinya, kekerasan disini bukan semata-mata persoalan intervensi militer ke dalam kehidupan politik. Akan tetapi, lebih jauh menyangkut kondisi struktural, kultural dan hubungan antar komunitas sosial, kelompok-kelompok sosial serta antar strata sosial yang mengedepankan kekerasan dan simbol-simbolnya.

Visi

Terwujudnya demokrasi yang berbasis pada keutuhan kedaulatan rakyat melalui landasan dan prinsip rakyat yang bebas dari ketakutan, penindasan, kekerasan dan berbagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia atas alasan apapun, termasuk yang berbasis gender.

Misi

  • Memajukan kesadaran rakyat akan pentingnya penghargaan hak asasi manusia, khususnya kepekaan terhadap berbagai bentuk kekerasan dan pelanggaran berat hak asasi manusia sebagai akibat dari penyalahgunaan kekuasaan negara.
  • Memperjuangkan keadilan dan pertanggungjawaban negara atas berbagai bentuk kekerasan dan pelanggaran berat hak asasi manusia melalui berbagai upaya advokasi menuntut pertanggungjawaban negara.
  • Mendorong secara konsisten perubahan pada sistem hukum dan politik, yang berdimensi penguatan dan perlindungan rakyat dari bentuk-bentuk kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia.

Nilai-nilai Dasar

Sebagai organisasi, KontraS berusaha memegang prinsip-prinsip antara lain adalah non-partisan dan non-profit, demokrasi, anti kekerasan dan diskriminasi, keadilan dan kesetaraan gender, dan keadilan sosial.

Dasar Perumusan Program Kerja

1. Prevensi Viktimisasi dalam Politik Kekerasan
Upaya bersifat preventif untuk melindungi kepentingan masyarakat dari adanya kecenderungan yang menempatkan bagian-bagian dalam masyarakat sebagai sasaran dan korban politik kekerasan yang dilakukan oleh negara dan atau kekuatan-kekuatan besar lain yang potensial melakukan hal itu.
2. Due Process of Law
Menuntut adanya pertanggungjawaban hukum terhadap para pelaku pelanggaran HAM, melalui mekanisme dan prosedur hukum yang fair. Dalam kategori ini, KontraS melihat dalam bentuknya yang lebih luas, yakni segala upaya yang harus dilakukan untuk turut memperjuangkan terbentuknya sebuah pranata hukum yang menjamin penghormatan yang tinggi terhadap hak dan martabat manusia.
3. Rehabilitasi
Rehabilitasi korban meliputi upaya pemulihan secara fisik maupun psikis dari akibat-akibat yang ditimbulkan oleh tindak kekerasan negara dan bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia lainnya, mutlak diperlukan dalam melakukan advokasi yang lebih luas. Dalam kerangka ini, pengikutsertaan korban dan keluarga korban sebanyak mungkin dalam proses advokasi adalah konsekuensinya. Sehingga metode pengorganisasian korban dan keluarga korban untuk turut serta dalam upaya advokasi juga ditujukan untuk melakukan usaha penyadaran dan penguatan elemen masyarakat secara lebih luas.
4. Rekonsiliasi dan Perdamaian
Rekonsiliasi adalah tuntutan yang tidak terhindarkan dari fakta terdapatnya banyak kasus besar menyangkut tindakan pelanggaran HAM yang berat di masa lalu yang sulit terungkap dan dimintakan pertanggungjawaban. Rekonsiliasi juga merupakan langkah alternatif yang mungkin diambil dalam menghadapi banyaknya fenomena pertikaian massal yang bersifat horisontal dan melibatkan sentimen-sentimen suku, agama, etnis dan ras yang terjadi di tanah air. Langkah ke arah itu tentu saja harus didahului oleh sebuah pengungkapan fakta-fakta dan kebenaran yang sejelas-jelasnya sebagai syarat mutlak adanya rekonsiliasi. Oleh karena itu KontraS dituntut untuk turut serta melakukan upaya-upaya nyata dan mendorong segala usaha yang mengusahakan terciptanya sebuah rekonsiliasi dan perdamaian yang lebih nyata sebagai langkah penyelesaian berbagai persoalan HAM di masa lalu dan pertikaian massal secara horisontal di berbagai daerah.
5. Mobilisasi Sikap dan Opini
a. Anti politik kekerasan
Secara intensif dikembangkan wacana tentang anti politik kekerasan dan gerakan anti kekerasan secara lebih luas. Misi dari proses ini adalah membangun sensitifitas masyarakat atas adanya berbagai bentuk kekerasan, secara khusus terhadap praktik penghilangan orang secara paksa, perkosaan, penganiayaan, penangkapan dan penahanan orang secara sewenang-wenang, pembunuhan diluar proses hukum, oleh unsur-unsur negara. Dalam jangka panjang diharapkan terjadi sebuah koreksi mendasar atas politik kekerasan yang selama ini berlangsung.
b. Pelanggaran HAM
Dalam jangkauan lebih luas, KontraS harus menempatkan porsi yang sangat penting bagi segala bentuk pelanggaran HAM yang pernah terjadi dan mengedepankannya di dalam wacana publik untuk dipersoalkan sebagai upaya membangun kesadaran akan pentingnya pengormatan terhadap HAM. Secara prinsip, problem HAM juga harus dipersoalkan sebagai hal mendasar yang harus dipertimbangkan pada setiap pengambilan kebijakan oleh negara maupun setiap usaha yang dilakukan demi membangun kehidupan bermasyarakat dalam dimensinya yang luas. Untuk itu, KontraS melakukan pemantauan dan pengkajian yang serius terhadap segala hal menyangkut penegakan HAM di Indonesia.

c. Human Love Human
Adalah sebuah kampanye yang bertujuan melawan setiap bentuk kekerasan dan penindasan dengan mengajak manusia untuk kembali mencintai kemanusiaan. Dengan mencintai sesama manusia, lingkungan, dan alam seisinya, maka cara-cara kekerasan tidak menjadi solusi dari sebuah masalah. Kampanye HLH ini melibatkan orang-orang muda dari berbagai kalangan.

Susunan Kepengurusan Badan Pekerja KontraS Paska Kongres III Federasi Kontras

KOORDINATOR EKSEKUTIF KONTRAS : Haris Azhar
ANGGOTA      
KontraS Aceh                                       : Hendra Fadli
KontraS Sumatera Utara
                    : Diah Susilowati
KontraS Surabaya
                                : Andi Irfan
KontraS Sulawesi
                                 : Andi Suaib
KontraS Nusa Tenggara
                      : Marthen Salu
KontraS Papua
                                    : Olga Hamidi
Dewan Federasi
KontraS Jakarta                       : Usman Hamid
KontraS Aceh
                           : Tarmizi
KontraS Sumatra Utara
           : Oslan Purba
KontraS Surabaya
                    : Herlambang Perdana Wiratraman
KontraS Papua
                         : J Harry Maturbongs
KontraS Sulawesi
                     : Pdt. Rinaldy Damanik
KontraS Nusa Tenggara
         : Teguh P Nugroho

Biro dan Divisi KontraS
Divisi Advokasi Hukum dan HAM       : Kadiv. Sri Suparyati
Divisi Pemantauan Impunitas             : Kadiv. Yati Andriyani
Biro Monitoring dan Dokumentasi     : Kabiro. Syamsul Alam Agus
Biro Penelitian dan Pengembangan   : Kabiro. Papang Hidayat

BERPERAN SERTA DALAM PENEGAKAN HAM DIMENSI INTERNASIONAL HAM


BERPERAN SERTA DALAM PENEGAKAN HAM
DIMENSI INTERNASIONAL HAM

A.  BERPERAN SERTA DALAM PENEGAKAN HAM

1.    Peran Serta Individual
            Artinya adalah kesediaan untuk melibatkan diri secara sukarela dalam proses penegakkan HAM.
Maju-mundurnya penegakkan HAM sangat bergantung pada tingkat peran serta masyarakat. Semakin masyarakat aktif berpartisipasi dalam penegakkan HAM, kondisi HAM semakin baik. Sebaliknya, semakin pasif masyarakat, kondisi HAM semakin memburuk.
               Partisipasi tersebut bisa dilakukan dalam berbagai bentuk pilihan tindakan, antara lain:
-         Berperilaku sesuai nilai-nilai HAM dimanapun kita berada, yaitu menghargai dan solider kepada sesama siapapun mereka.
-         Berusaha memahami berbagai instrumen HAM, dan pada saat yang tepat dan dengan cara yang tepat berusaha membagikan hasil pemahaman tersebut kepada teman, sahabat, atau warga masyarakat di sekitar lingkungan kita.
-         Mengamati dan mendiskusikan berbagai perkembangan kebijakan HAM dan peristiwa pelanggaran HAM, terutama yang terjadi di lingkungan sekitar kita.
-         Melibatkan diri  dalam kelompok minat yang bertujuan untuk study, penyadaran, kampanye, konsultasi, dan advokasi HAM.
-         Turut-serta membangun opini publik melalui media massa mengenai wacana dan kasus HAM.
-         Bersedia menyatakan solidaritas dalam bentuk tindakan nyata untuk membantu korban pelanggaran HAM, terutama yang berada di lingkungsn sekitar kita.   
2.    Peran Serta Organisasional
            Peran serta organisasi sosial adalah kesediaan untuk melibatkan diri secara aktif dalam organisasi- organisasi sukarela yang bergerak dalam uoaya penegakan HAM. Organisasi tersebut umumnya disebut Lembaga Swadaya Masyarakat.
               Di Indonesia ada berbagai organisasi sukarela yang bergerak dalam penegakkan HAM, antara lain kontras, Imparsial, YLBHI, PBHI, ESLAM. 

MENUNJUKKAN SIKAP POSITIF TERHADAP KONSTITUSI NEGARA


MENUNJUKKAN SIKAP POSITIF TERHADAP KONSTITUSI NEGARA

A.    Menguraikan kesadaran warga Negara berdasarkan pancasila dan UUD 1945

Sebagai warga nagara, kita seluruh rakyat Indonesia bertanggung jawab untuk membangun kesadaran hidup berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Hal itu dapat kita lakukan antara lain:
1.     Memahami Pancasila dan UUD 1945
Kesadaran hidup berdasarkan Negara dan berkonstitusi hanya dapat dibangun apabila masing-masing warga Negara mempunyai pemahaman yang tepat dan akurat, baik mengenai dasar Negara pancasila maupun UUD 1945. Oleh karena itu, setiap warga Negara republik Indonesia wajib memahami pancasila dan UUD 1945.

2.     Berperan serta aktif dalam menegakkan dasar Negara dan konstitusi
Dengan pemahaman yang tepat dan akurat mengenai pancasila dan UUD 1945 diharapkan setiap warga Negara dapat mengawasi jalannya pemerintahan Negara atau kinerja setiap lembaga Negara, baik dalam menjalankan fungsi masing-masing maupun dalam menjamin dan menegakkan hak-hak asasi manusia.
Pengawasan oleh warga Negara itu diharapkan dapat mendorong para penyelenggara Negara untuk benar-benar melaksanakan dasar Negara pencasila dan UUD 1945, sehingga terwujud kehidupan bernegara yang konstitusional.

3.     Mengembangkan pola hidup taat pada aturan yang berlaku
Lebih dari sekedar mendorong agar para penyelenggara Negara taat pada pancasila dan UUD 1945, setiap warga Negara sesungguhnya juga bertanggung jawab untuk menaati pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena pancasila dan UUD 1945 itu dijabarkan ke dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur berbagai segi kehidupan warga Negara sehari-hari, kesadaran hidup negara dan berkonstitusi harus dimulai dengan menaati berbagai peraturan perundang-undangan (hukum) yang mengatur berbagai segi kehidupan warga negara sehari-hari itu sendiri.
Lebih dari itu kesadaran hidup berdasar Negara dan berkonstitusi seebenarya bukan hanya terbangun melalui kebiasaan menaati hukum yang berlaku, melainkan juga melalui kebiasaan menaati norma-norma yang berlaku di masyarakat baik itu berupa norma kesusilaan, kesopanan, maupun norma agama.
Membiasakan diri untuk antri, disiplin, mematuhi peraturan lalu lintas, peraturan sekolah, aturan keluarga, dan sejenisnya merupakan awal yang baik bagi berkembangnya kesadarna hidup sesuai dasar Negara dan konstitusi Negara.





B.      Menyimpulkan perilaku positif terhadap konstitusi Negara.

Fungsi pokok Konstitusi atau Undang-Undang Dasar adalah untuk membatasi kekuasaan pemerintah sedeikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Agar Konstitusi Negara dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan dasar-dasar pemahaman taat asas dan taat hukum, maka sangat diperlukan sikap positif dari setiap warga Negara sebagai berikut :

a.      Bersikap Terbuka
Sikap terbuka atau transparan merupakan sikap apa adanya berdasarkan apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dan dilakukan. Sikap terbuka sangat penting dilakukan sebagai upaya menghilangkan rasa curiga dan salah paham sehingga dapat dipupuk rasa saling percaya dan kerja sama guna menumbuhkan sikap toleransi dan kerukunan hidup. Dengan sikap terbuka terhadap konstitusi Negara, kita belajar untuk memahami keberadaan sebagai warga Negara yang akan melaksanakan ketentuan-ketentuan penyelenggara negara dengan seoptimal mungkin.

b.     Mampu mengatasi masalah
Setiap warga Negara harus memiliki kemampuan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi. sikap ini penting untuk di kembangkan karena akan membentuk kebiasaan menghadapi masalah, sehingga kalau sebelumnya hanya menjadi penonton, pengkritik atau menyalahkan orang lain, sekarang menjadi orang yang mampu member solusi ( jalan keluar ). kemampuan untuk mengatasi masalah konstitusi negara akan memberikan iklim dan suasana yang semakin baik dalam menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

c.      Menyadari adanya perbedaan
Bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa yang masyarakat sangat beragam sehingga tertanam istilah bhineka tunggala ika          ( berbeda –beda namun tetap satu ). perbedaan harus diterima sebagai suatukenyataan atau realitas masyarakat di sekitar kita baik agama, suku bangsa, adat istiadat, danbudayanya.

d.     Memiliki harapan Realistis
Negara Indonesia dengan wilayah yang luas dan jumlah penduduk terbesar keempat didunia memiliki permasalahan yang lebih kompleks dalam menghargai kehidupan. Dalam penyelenggara kehidupan Negara, sangat penting bagi warga Negara untuk mampu memahami situasi dan kondisi Negara dalam kebijakan yang diambil.

e.      Penghargaan terhadap karya bangsa sendiri
Bangsa Indonesia harus bangga terhadap hasil karya bangsa sendiri. Salah satu karya bangsa untuk kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia adalah “ kemerdekaan dan kedaulatan bangsa” dalam penyelenggaraan Negara.

f.       Mau menerima dan memberi umpan balik
Kesadaran untuk tunduk dan patuh terhadap konstitusi Negara sangat diperlukan dalam rangka menghormati produk-produk konstitusi yang dihasilkan oleh para penyelenggara Negara.





Wujud Partisipasi terhadap pelaksanaan UUD hasil amandemen :
Dalam diri Pribadi
Mengakui dan menghargai hak-hak asasi orang lain
Mematuhi dan mentaati peraturan yang berlaku
Tidak main hakim sendiri
Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
Dalam keluarga
Taat dan patuh terhadap orang tua
Ada keterbukaan terhadap permasalahan yang dihadapi
Memiliki etika terhadap sesama anggota keluarga
Mengembangkan sikap sportifitas

Dalam Sekolah
Taat dan patuh terhadap tata tertib sekolah
Melaksanakan program kegiatan OSIS dengan baik
Mengembangkan sikap sadar dan rasional
Melaksanakan hasil keputusan bersama
Dalam masyarakat
Menjunjung tinggi norma-norma pergaulan
Mengikuti kegiatan yang ada dalam karang taruna
Menjalin persatuan dan kerukunan warga melalui berbagai kegiatan
Sadar pada ketentuan yang menjadi keputusan bersma
Dalam berbangsa dan bernegara
Sanggup melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen
Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingtan bangsa dan Negara
Sadar akan kedudukanya sebagai warga Negara yang baik
Setia membela Negara sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku

Persamaan Kedudukan Warga Negara

tugas, tugas, tugas
pusing gak sih mikirinnya... nah! bagi yang sedang mencari tugas mengenai PERSAMAAN KEDUDUKAN WARGA NEGARA, ini dia! aku sharing deh~~~


A.         Persamaan Kedudukan Warga Negara

Dalam negara demokrasi, persamaan kedudukan warga negara amat penting. Karena hal itu merupakan prasyarat atau fondasi bagi berlangsungnya demokrasi. Tanpa adanya persamaan kedudukan warga negara, maka mustahil ada demokrasi. Itulah sebabnya di negara-negara demokrasi, hal persamaan kedudukan warga negara diatur secara eksplisit dalam konstitusi. UUD 1945 pun mengatur secara eksplisit mengenai hal ini.
Dalam bahasa ilmu politik, persamaan kedudukan warga negara biasa disebut dengan istilah ‘persamaan politik’ (poticial equality). Persamaan politik dapat didefinisikan sebagai keadaan di mana setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama sebagaimana yang lainnya untuk berpatisipasi dalam proses pembuatan keputusan politik negara (Ranney, 1982:280).
Demikianlah, penekanan prinsip persamaan politik adalah persamaan kesempatan untuk berpatisipasi, bukan persamaan partisipasi nyata warga masyarakat. Sebab, pertisipasi nyata warga masyarakat yang satu dengan yang lain tentu saja berbeda, tergantung pada kemampuan dan kemauan untuk berpatisipasi masing-masing pihak. Namun, berbagai perbedaan tersebut tidak boleh menjadi alasan adanya perbedaan dalam hal kesempatan untuk ikut-serta dalam proses pembuatan keputusan politik, harus mempunyai kedudukan sama; dalam arti, mereka harus diberi kesempatan yang sama untuk ikut-serta/berpatisipasi menentukan jalannya kehidupan negara. Itulah prinsip mendasar demokrasi.
Dalam hal ini, baik kiranya kita catat dua makna prinsip persamaan menurut Harold J. Laski. Menurutnya, prinsip persamaan kedudukan warga negara memiliki dua dimensi, yaitu:
·         Tidak adanya keistimewaan khusus; dan
·         Kesempatan yang sama diberikan kepada setiap orang.
Sebagai warga negara Indonesia kita memiliki hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban warga negara Indonesia dijamin oleh UUD 1945. Jaminan yang diberikan oleh UUD 1945 menjadi landasan bagi kita untuk menjalankan hak dan kewajiban dalam lingkup kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Selain itu, warga negara Indonesia memiliki persamaan kedudukan. Bagaimana hakikat persamaan kedudukan warga negara? Dalam hal apa sajakah persamaan kedudukan warga negara? Mari kita simak uraiannya berikut ini.
1.    Hakikat Persamaan Kedudukan Warga Negara
Sebagai manusia dan warga negara kita memiliki hak asasi. Hak asasi tersebut tidak dapat dicabut atau dihilangkan oleh siapa pun. Hak ini tidak dapat dipisahkan dari manusia karena hak tersebut telah melekat dan ada pada diri manusia karena ia adalah manusia. Secara garis besar, hak asasi manusia meliputi hak hidup, hak persamaan, dan hak kemerdekaan. Hak-hak tersebut selanjutnya berkembangsesuai dengan teingkat kemajuan dan kebudayaan Indonesia. Manusia mempunyai kedudukan sebagai subjek mertabat, derajat, hak, dan kewajiban.
Dari uraian diatas dapat kira pahami bahwa hakikat persamaan kedudukan warga negara sebagai berikut.
a.    Persamaan sebagai subjek dalam negara.
b.    Persamaan sebagai manusia yang memiliki harkat, martabat, derajat, hak, dan kewajiban yang sama.
c.    Persamaan sebagai manusia yang memiliki harga diri.

2.    Landasan Hukum Persamaan Kedudukan Warga Negara
a.    Landasan ideal. Landasan ideal persamaan kedudukan warga negara adalah Pancasila sebagai dasar negara yang terdiri atas lima sila.
b.    Landasan konstitusional adalah UUD yang menjamin persamaan kedudukan dan batang tubuh atau pasal-pasal UUD 1945, yaitu pasal 27-34
c.    Landasan operasional, meliputi :
1)    UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara;
2)    UU No 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman;
3)    UU No 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia; dan
4)    UU No 27 Tahun 2009 tentang Pemilu Anggota MPR,DPR,DPD, dan DPRD.
5)    UU No 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No 2 tahun 2008 tentang Partai Politik.
3.    Alasan Perlunya Prinsip Persamaan Kedudukan Warga Negara
Menurut Franz Magnis-Suseno (1982:115), gagasan tentang prinsip persamaan kedudukan warga negara muncul sebagai respons atas bentuk masyarakat feodal dalam sejarah kenegaraan Eropa abad ke-16.
Pendek kata, prinsip ketidaksamaan kedudukan warga negara dalam masyarakat feodal Eropa ketika itu menjadikan kekuasaan antarwarga masyarakat tampil secara kasar, sepenuhnya tidak manusiawi. Si kuat senantiasa menjadi serigala bagi si lemah (homo homini lupus).
Karena itulah, muncul upaya untuk membuat agar kekuasaan tidak berpihak kepada si kuat. Melainkan, kekuasaan dibuat sedemikian rupa agar menjadi lebih manusiawi, dalam arti mampu memberikan keadilan. Hal itu dilakukan dengan cara: menciptakan hukum berdasarkan prinsip persamaan, sehingga perbedaan antara si kuat dan si lemah tidak operatif, terutama dalam urusan-urusan yang paling penting.
Itulah inti dari prinsip persamaan. Melalui prinsip tersebut, hukum dibuat untuk menjamin suatu kedudukan dasar yang sama bagi semua anggota masyarakat dalam merealisasikan harapan hidup mereka.
Secara lebih rinci, Robert A Dahl (2001) mengemukakan dua alasan utama mengapa prinsip persamaan kedudukan warga negara itu penting. Kedua alasan itu adalah sebagai berikut:
a.    Secara intrinsil semua manusia memang diciptakan sama, yaitu bahwa mereka dikaruniai oleh Sang Pencipta dengan hak-hak asasi.
b.    Setiap orang dewasa yang tuduk pasa hukum suatu negara seharusnya dianggap cukup memenuhi syarat untuk dapat terlibat (berpatisipasi) dalam proses demokratis pemerintahan negara itu.
Lebih lanjut menurut Dahl, alasan intrinsik bahwa semua manusia diciptakan sama dan dikaruniai oleh Sang Pencipta dengan hak-hak asasi bukanlah gagasan yang mengada-ada. Pandangan itu memiliki dasar argumentasi kuat. Dasar argumentasi tersebut bertolak dari kenyataan-kenyataan berikut:
·         Prinsip persamaan intrinsik itu sesuai dengan kepercayaan etika yang paling fundamental yang diterima oleh banyak orang di seluruh dunia. Ajaran agama-agama besar di dunia menerima prinsip tersebut (alasan etika);
·         Kebalikan dari prinsip persamaan intrinsik, pernyataan bahwa saya atau kelompok saya lebih unggul daripada orang lain atau kelompok lain tidak memadai apabila digunakan sebagai dasar untuk memerintah negara;
·         Prinsip persamaan intrinsik memungkinkan orang bertindak bijaksana dalam melaksanakan pemerintahan. Sebaliknya, prinsip bahwa saya atau kelompok saya lebih unggul dariapada orang lain atau kelompok lain tidak mungkin membuat orang bertindak bijaksana dalam memerintah (alasan kebijaksanaan);
·         Prinsip persamaan intrinsik lebih mungin diterima oleh orang banyak. Sebaliknya, prinsip bahwa saya atau kelompok saya lebih unggul daripada orang lain atau kelompok lain pasti akan ditolak banyak orang (alasan penerimaan/akseptabilitas).
Berikutnya, alasan bahwa setiap orang dewasa yang tunduk pada hukum suatu negara seharusnya dianggap cukup memenuhi syarat untuk dapat terlibat (berpatisipasi) dalam proses demokratis pemerintahan negara. Menurut Dahl, alasan tersebut layak diterima setidaknya karena dua pertimbangan:
1)    Klaim ekslusif bahwa hanya kelompok tertentu (orang-orang ahli) saja yang benar-benar dapat menjalankan pemerintahan dengan baik tidak pernah terbukti dalam sejarah. Sejarah menunjukkan, orang-orang ahli ketika memerintah tanpa kontrol secara memadai akhirnya jatuh lalim juga. Kenyataan ini menunjukkan bahwa di antara orang dewasa tidak ada orang-orang yang pasti lebih memenuhi syarat daripada yang lainnya untuk dapat memerintah sehingga mereka begitu saja diberikan otoritas secara lengkap dan menentukan pemerintahan suaau negara (alasan kemampuan warga negara untuk memerintah).
2)    Jika suara/pendapat seseorang dianggap sebagai pendapat yang tidak setara dengan yang lainnya, kepentingan orang tersebut pastilah tidak akan memperoleh perhatian setara dengan pendapat lainnya. Karena itu, harus ada prinsip persamaan, dimana dengan prinsip itu pendapat setiap orang harus dianggap setara (alasan pencakupan/inklusi).
Demikianlah, ada alasan-alasan kuat untuk menerima berlakunya prinsip persamaan kedudukan warga negara. Dilihat dari berbagai segi (etika dan agama, sejarah, hukum, dan jalannya pemerintahan), prinsip persamaan kedudukan warga negara jauh lebih memadai ketimbang prinsip ketidaksamaan kedudukan warga negara.
Pendek kata, berdasarkan alasan filosofis, historis, dan praktis, prinsip persamaan warga negara jauh lebih menjamin terciptanya keadaan sosial daripada prinsip ketidaksamaan warga negara. Prinsip tersebut merupakan satu-satunya pilihan yang paling masuk akal untuk mewujudkan kebaikan bersama.














B. Prinsip Persamaan Kedudukan Warga Negara di Berbagai Bidang

Di Indonesia, prinsip persamaan kedudukan warga negara secara eksplisit dinyatakan dalam Konstitusi Republik Indonesia, yakni pasal 27 ayat (1) UUD 1945 pasal 28 ayat 2.
Dalam pasal 27 ayat 1 dikatakan, ”Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan waijb menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Sedangkan dalam pasal 28 I ayat 2 dinyatakan, “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”.
Bersamaan kedudukan di dalam hukum berarti bahwa secara hukum semua warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama selaku warga negara. Sedangkan bersamaan kedudukan di dalam pemerintahan berarti bahwa dalam urusan pemerintahan semua warga negara memiliki kedudukan yang sama sehingga memliki hak dan kewajiban yang sama.
UUD 1945 menjamin persamaan kedudukan warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dari jaminan yang diberikan oleh UUD 1945 kita dapat memahami berbagai aspek persamaan kedudukan warga negara Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Secara garis besar persamaan kedudukan warga negara dibagi dalam beberapa bidang seperti berikut.
a.    Persamaan Kedudukan Warga Negara Indonesia dalam Bidang Ekonomi
Persamaan kedudukan warga negara Indonesia dalam bidang ekonomi ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 27 ayat (2) dan pasal 33. Pasal 27 ayat (2) berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Dari bunyi pasal di atas kita mengetahui bahwa setiap warga negara berhak memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan dalam lapangan pekerjaan untuk memperbaiki taraf hidupnya. Secara umum, persamaan kedudukan warga negara di bidang ekonomi mengandung makna sebagai berikut.
1)    Setiap individu memiliki hak yang sama untuk melakukan usaha ekonomi seperti berdagang, bertani, berkebun, dan lain-lain.
2)    Persamaan kedudukan di bidang ekonomi untuk menciptakan sistem ekonomi kerakyatan yang berkeadila, efisien, produktif, berdaya saing, serta mengembangkan kehidupan yang layak bagi anggota masyarakat.
3)    Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan dalam lapangan kerja atau perbaikan taraf hidup ekonomi dan menikmati hasil-hasilnya secara adil sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan darmabaktinya yang diberikan kepadanya masyarakat, bangsa, dan negara.
Persamaan kedudukan warga negara di bidang ekonomi hendaknya menjadikan bersemangat untuk bekerja. Bekerja dilakukan untuk memperbaiki taraf hidup sehingga kebutuhan hidup bisa tercukupi. Dengan demikian, kesempatan atau persamaan kedudukan di bidang lain, seperti di bidang kesempatan memperoleh pendidikan dapat dilaksanakan dengan baik.

b.    Persamaan Kedudukan Warga Negara Indonesia dalam Bidang Hukum dan Politik
Dalam bidang hukum dan politik, tidak boleh ada pengistimewaan demikian pula diskriminasi terhadap warga negara, baik selaku individu maupun kelompok (apa pun ras, agama, jender, golongan, budaya, dan sukunya) dalam berbagai urusan hukum dan politik. Di sisi lain, semua warga negara harus memperoleh perlindungan hukum yang sama dan kesempatan yang sama untuk menjalankan berbagai aktivitas politik.
Hal itu, misalnya, tercermin dalam UUD 1945 pasal 28 D ayat 1 (setiap orang berhak atas perlakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum); pasal 28 G (setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat).
Contoh perwujudan prinsip persamaan dalam bidang hukum adalah adanya ketentuan yang sama bagi semua warga negara mengenai berbagai proses hukum: misalnya ketentuan mengenai proses keadilan, proses perizinan, pengurusan perjanjian, dan sebagainya. Sedangkan contoh perwujudan prinsip persamaan dalam bidang politik adalah adanya ketentuan yang sama bagi semua warga negara mengenai pemilihan umum, pemilihan kepala daerag, dan sebagainya.
c.    Persamaan Kedudukan Warga Negara di Bidang Pertahanan dan Keamanan
Dalam bidang pertahanan dan keamanan warga negara memiliki kedudukan yang sama. Setiap warga negara  wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Persamaan kedudukan warga negara Indonesia dalam bidang pertahanan dan keamanan ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 27 ayat (3) yang berbunyi, “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.”
Berdasarkan bunyi pasal 27 ayat (3) tersebut kita ketahui bahwa setiap warga negara tanpa pandang bulu berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Dengan demikian, upaya pembelaan negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara tanpa membedakan asal usul, bahasa, suku bangsa, dan agama. Selain itu, persamaan kedudukan warga negara Indonesia dapat ditemukan pada pasal 30 ayat (1) yang berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikutserta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.”
UUD 1945 pasal (1) diatas menjelaskan persamaan kedudukan warga negara di bidang pertahanan dan keamanan. Pasal tersebut menegaskan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Tidak ada diskriminasi dalam hak dan kewajiban ikut serta dalam pertahanan dan keamanan. Hak dan kewajiban ikut serta dalam pertahanan dan keamanan negara menjadi tugas dan tanggung jawab seluruh warga negara tanpa membedakan status sosial, agama, suku bangsa dan lainnya.
d.    Persamaan Kedudukan Warga Negara Indonesia dalam Bidang Sosial dan Kebudayaan
UUD 1945 telah menegaskan tentang persamaan kedudukan warga negara Indonesia dalam bidang sosial dan kebudayaan. Penegasan tersebut dapat kita temukan dalam pasal 31 ayat (1) dan pasal 32 ayat (1). Pasal 31 ayat (1) berbunyi, “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.” Dari pasal tersebut dapat kita ketahui bahwa memperoleh  pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara Indonesia tanpa melihat perbedaan yang ada.
Pasal 32 ayat (1) berbunyi, “Negara memajukan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai Indonesia tanpa melihat perbedaan yang ada.
Selain dalam kedua pasal di atas, persamaan kedudukan warga negara dalam bidang sosial dan kebudayaan juga tercermin dalam pasal 34 ayat (1) dan ayat (2). Pasal 34 ayat (1) memberijaminan bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Pasal 34 ayat (2) menjelaskan adanya tanggung jawab negara untuk menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Dari kedua pasal yang telah disebutkan kita dapat mengetahui kedudukan yang sama untuk memperoleh perhatian dari negara dalam hal kesejahteraan sosialnya.











C. Menghargai Persamaan Kedudukan Warga Negara

Upaya mewujudkan persamaan kedudukan warga negara bukanlah upaya sekali selesai. Meskipun konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan telah mengatur hal itu, prinsip tersebut belum terwujud secara optimal. Dalam kehidupan sehari-hari masih bisa ditemui tindakan-tindakan diskriminatif.
Diskriminasi merujuk pada tindakan yang tidak  adil terhadap individu, akibat adanya karasterisik tertentu pada individu tersebut. Karateristik itu bisa berupa agama, jender, golongan, budaya, suku, pendidikan, status sosial ekonomi, maupun kondisi fisik seseorang. Tindakan diskriminasi bisa berbentuk diskriminasi langsung maupun diskriminasi tidak langsung. Diskriminasi langsung terjadi apabila ada aturan hukum atau kebijakan yang ada jelas-jelas menghambat peluang seseorang atas dasar karateristik tertentu. Sedangkan diskriminasi tidak langsung terjadi apabila ada penyimpangan peraturan yang dilakukan untuk menghambat peluang seseorang atas dasar karaterisktik tertentu.
Terkait dengan hal itu, kita bisa mencatat sejumlag peluang dan hambatan untuk mewujudkan prinsip persamaan kedudukan warga negara di Indonesia. Adapun peluang itu antara lain:
1.    Kini konstitusi kita, yaitu UUD 1945 hasil amandemen, dan berbagai perundang-undangan yang ada makin memberikan dasar yang kuat bagi upaya pemajuan prinsip persamaan kedudukan warga negara di berbagai bidang kehidupan;
2.    Kini demokrasi semakin diterima, diyakini, dan diperjuangkan oleh makin banyak warga masyarakat sebagai pilihan terbaik bagi bangsa Indonesia;
3.    Iklim kehidupan pers bebas dan bertanggung jawab yang sedang dikembangkan bangsa Indonesia sekarang ini merupakan sarana efektif untuk makin memasyarakatkan gagasan tentang pentingnya prinsip persamaan kedudukan warga negara;
4.    Keterbukaan politik yang ada sekarang ini merupakan media pembelajaran konkret yang sangat baik bagi seluruh warga negara untuk belajar mengenai pentingnya prinsip persamaan kedudukan warga negara;
5.    Makin menguatnya aktor penting dalam pemajuan prinsip persamaan kedudukan warga negara, yaitu berbagai elemen civil society (masyarakat madani) yang gigih memperjuangkan gagasan multikulturalisme.
Di sisi lain, kita juga melihat adanya berbagai hambatan dalam upaya menegakkan dan memajukan prinsip persamaan kedudukan warga negara dalam berbagai bidang kehidupan. Hambatan itu antara lain adalah:
·         Masih adanya individu maupun kelompok masyarakat yang merasa diri lebih tinggi kedudukannya daripada kelompok masyarakat lainnya, sehingga mereka cenderung menuntut perlakuan istimewa di berbagai bidang kehidupan;
·         Masih kuatnya budaya politik patron-klien, dimana elite politik yang menjadi patron akan cenderung memberikan perlakuan istimewa kepada klien mereka;
·         Masih kuatnya kecenderungan KKN di berbagai tingkatan pemerintah, sehingga mendorong orang untuk bertindak diskriminatif, terutama kepada mereka yang lemah secara sosial-ekonomi-politik;
·         Berbagai kelemahan sistem hukum di Indonesia, seperti mafia peradilan misalnya, cenderung mendorong orang untuk bertindak diskriminatif;
·         Masih adanya pandangan-pandangan dan gerakan-gerakan ekstrem, radikal, dan intoleran dalam masyarakat kadang memicu munculnya sikap-sikap dan tindakan-tindakan diskriminatif dalam masyarakat;
·         Masih adanya sikap diskriminatif sejumlah oknum penegak hukum, sehingga memicu munculnta sikap diskriminatif masyarakat terhadap kelompok-kelompok tertentu.
Peluang dan hambatan tersebut menyadarkan kita, bahwa mewujudkan prinsip persamaan kedudukan warga negara merupakan upaya sepanjang hayat. Upaya itu akan terus ada dan memang harus terus ada. Dalam hal ini berlaku prinsip, bahwa selalu masih ada hal yang bisa diperbaiki agar semakin menjadi lebih baik lagi. Untuk tiu, ada sejumlah upaya yang bisa dilakukan guna makin memasyarakatnya prinsip persamaan warga negara.Hal-hal yang perlu dipahami dalam upaya mengembangkan sikap menghargai persamaan kedudukan warga negara sebagai berikut.
1.    Kemajemukan Bangsa Indonesia
a.    Ras
Ras merupakan golongan bangsa berdasar ciri-ciri fisik tertentu atau tubuh yang khas dan tertentu. Kekhususan tersebut terdapat pada bebepara anggota tubuh seperti warna kulit, bentuk hidung, bentuk mata, dan warna rambut. Perbedaan ras hendaknya tidak menyebabkan kita bersikap diskriminatif. Perbedaan ras merupakan anugerah Tuhan yang harus kita syukuri. Di balik perbedaan ras tersebut terdapat banyak hikmah. Oleh karena itu, tidak seharusnya kita menjadikan perbedaan ras sebagai alat utnuk bersikap diskriminatif terhadap orang lain.
b.    Gender
Gender merupakan jenis kelamin. Tuhan menciptakan manusia dengan salah satu perbedaan, yaitu jenis kelamin. Perbedaan jenis kelamin menyebabkan perbedaan hak dan kewajiban. Perbedaan gender hendaknya menjadikan kita belajar menghargai dan menghormati perbedaan tersebut. Perbedaan gender menyebabkan hidup terasa lengkap dan lebih berwarna. Perbedaan gender menyebabkan kita bisa saling melengkapi kekurangan masing-masing.
c.    Golongan
Di negara Indonesia yang sangat luas wilayahnya ini terdapat banyak golongan. Golongan-golongan tersebut ada yang berbasis agama, partai politik, profesi, dan organisasi. Jika setiap golongan beranggapan bahwa golongannya yang paling benar dan baik, perselisihan akan muncul. Bagaimana kita bersikap terhadap perbedaan golongan?
Menghargai dan menghormati perbedaan tiap golongan yang ada merupakan sikap tepat dalam menghadapi perbedaan tersebut. Selain itu, tiap golongan hendaknya tidak merasa golongannya yang paling baik dan benar dengan menganggap remeh atau memandang rendah golongan yang lain.

d.    Agama
Ada enam agama yang paling banyak penganutnya di negara Indonesia, yaitu Islam, Kristen (protestan), Katolik, Hindu, Budha dan Konghuchu. Tiap-tiap agama memiliki pemeluk masing-masing. Perbedaan antara satu agama dengan agama lain dalam hal tata cara beribadag maupun hal-hal lain pasti ada. Bagaimana sikap kita bersikap terhadap perbedaan agama?
Dalam keseharian kita sering berinteraksi dengan pemeluk agama lain. Sikap menghormati, menghargai dan toleransi agama yang dianut merupakan sikap yang tepat untuk menghadapi perbedaan agama dan keyakinan.
e.    Budaya dan Suku
Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa. Setiap suku bangsa memiliki kebudayaan dan adat istiadat tersebut berbeda-beda antara satu suku bangsa dengan suku bangsa yang lain. Selain itu bahasa yang digunakan pun beraneka ragam. Meskipun demikian, kita memiliki bahasa persatuan, yaitu Bahasa Indonesia.
Perbedaan budaya dan suku bangsa menyebabkan keragaman dan kita bisa saling mengenal satu sama lain. Perbedaan budaya dan suku bangsa menyebabkan kita bisa memahami baudaya dan adat istiadat suku bangsa lainnya. Oleh karena itu, perbedaan budaya dan suku bangsa hendaknya tidak meyebabkan kita bersikap diskriminatif. Keragaman budaya dan suku bangsa hendaknya semakin mempererat persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa Indonesia.
2.    Peran Pemerintah dalam Menghargai Persamaan Kedudukan Warga Negara Indonesia
Meskipun berbeda-beda, warga negara Indonesia memiliki persamaan kedudukan di berbagai bidang. Menyikapi perbedaan dan keberagaman bangsa Indonesia harus dikembangkan sikap saling menghormati dan menghargai tanpa membedakan suku bangsa, agama, ras dan sebagainya. Perbedaan bukan sebagai jurang pemisah, melainkan sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia. Perbedaan yang ada pada warga negara dapat melengkapi kekurangan warga negara yang lain. Dengan semikian, perbedaan menyebabkan segala sesuatu menjadi lengkap.
Pemerintah Indonesia memiliki peran strategis dalam mendukung dan menghargai upaya persamaan kedudukan warga negara Indonesia. Secara umum, peran pemerintah dalam upaya untuk menghargai persamaan kedudukan warga negara dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
a.    Setiap kebijakan pemerintah hendaknya bertumpu pada persamaan dan menghargai pluralitas
b.    Pemerintah harus terbuka dan membuka ruang kepada masyarakat
c.    Produk hukum dan Perpu harus menjamin persamaan kedudukan warga negara
d.    Partisipasi masyarakat dalam politik harus memperhatikan kesetaraan sara dan gender
Demikianlah di antara peran penting yang dapat dilakukan pemerintah dalam mendukung upaya meghormati persamaan kedudukan warga negara Indonesia.
3.    Contoh Sikap Warga Negara dalam Menghormati Persamaan Kedudukan Antarwarga Negara
Sebagai warga negara Indonesia sudah sepatutnya jika kita mendukung upaya menghormati persamaan kedudukan warga negara. Prinsip-prinsip dalam upaya menghormati persamaan kedudukan warga negara sebagai berikut.
a.    Menghormati dan menghargai agama yang dianut orang lain dan tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
b.    Menghormati tata cara veribadah pemeluk agama lain.
c.    Mengakui dan memberlakukan manusia sesuai dengan harkat dan mertabatnya sebagai makhluk Tuhan YME.
d.    Mengembangkan sikap welas asih terhadap sesama manusia.
e.    Menjaga keseimbangan anatara hak dan kewajiban.



Demikianlah beberapa prinsip yang dapat kita tanamkan dalam diri untuk mendukung upaya menghormati persamaan kedudukan warga negara. Upaya yang Anda lakukan tidak akan sia-sia dan pasti mendatangkan manfaat. Prinsip-prinsip tersebut dapat kita wujudkan dalam beberapa sikap sebagai berikut.
a.    Saling membantu dalam bidang kemanusiaan atau sosial
b.    Memberi kesempatan kepada pemeluk agama lain untuk melaksanakan ibadah
c.    Menciptakan suasana damai dan tentram dalam kehidupan
d.    Meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan
e.    Mengembangkan sikap tenggang rasa.
Apabila upaya-upaya tersebut dilaksanakan dengan sungguh-sunggu niscaya kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia akan makin sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan warga negara.